Kemudian air dibagi menjadi 4 (3):
- Air yang suci dan mensucikan dan tidak makruh (untuk bersuci) yaitu air mutlak (4),
- Air suci dan mensucikan tapi makruh (untuk bersuci) yaitu air yang dipanasi di bawah matahari (5),
- Air suci tidak mensucikan yaitu air musta'mal (sudah dipakai)(6) dan air yang sudah berubah karena bercampur dengan benda-benda yang suci(7),
- Air najis yaitu air yang tercampur dengan najis dan jumlahnya kurang dari dua kullah atau lebih dari dua kullah namun berubah kondisinya(8). Yang dimaksud dua kullah adalah 500 ratl bagdadi menurut pendapat yang paling shahih(9).
================================================================
1. Para ulama' berselisih pendapat mengenai pengertian thaharah dalam ilmu fiqih. Namun kesemuanya pada dasarnya berujung pada satu kesimpulan yang sama, bahwa maksud dari thaharah adalah suatu perbuatan yang dengannya kita dibolehkan mengerjakan shalat, yaitu berupa mengangkat hadats dan menghilangkan najis.
************************************************
2. Secara ringkasnya, apa yang dikatakan oleh penulis ini merupakan penjelasan air mutlaq yang sah digunakan untuk bersuci, yaitu segala jenis air yang masih berada pada asal penciptaannya, baik itu turun dari langit atau keluar dari bumi, hal ini berdasarkan firman Allah ta'ala:
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ
"...Dia menurunkan bagi kalian air dari langit untuk mensucikan kalian dengan air tersebut..." (Al Anfal 11)Dan juga firman Allah Ta'ala:
"...dan Kami turunkan dari langit air yang suci..." (Al Furqon 48)Dan juga hadits dari Abi Hurairah riwayat Imam Lima (Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, At Tirmidzi, dan An Nasa'i)
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dan berkata: "Wahai Rasulallah, sesungguhnya kami berkendara di atas laut, dan kami membawa sedikit air, jika kami gunakan untuk berwudhu maka kami kehausan. Apakah kami berwudhu menggunakan air laut?" Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menjawab: "Laut itu suci airnya dan halal bangkainya"************************************************
3. Para ulama' berselisih pendapat mengenai jumlah pembagian air. Sebagian mereka ada yang membaginya menjadi 2 (air suci dan najis saja sedangkan jenis air suci tidak mensucikan tidak dimasukkan karena sudah keluar dari penamaan sebagai air yang mutlak), ada yang membaginya menjadi 3 (sama seperti pembagian Abu Syuja' dengan menggabungkan jenis air pertama dan kedua), dan di sini penulis membaginya menjadi 4. Namun pada dasarnya perbedaan ini tidaklah mempengaruhi dalam penghukuman air tersebut untuk bersuci.
************************************************
4. Jenis air yang pertama adalah air mutlak, yang pada asalnya suci dan bisa digunakan unt. Pembahasan mengenai air mutlak sudah berlalu sebagaimanuk bersucia di poin pertama, yaitu semua jenis air yang masih berada pada asal penciptaannya baik itu yang turun dari langit ataupun yang keluar dari bumi
************************************************
5. Jenis air yang kedua adalah air yang pada asalnya suci namun makruh (tidak disukai) bersuci dengannya, yakni apa yang disebut dengan air musyammas. Mengenai air yang dipanasi di bawah matahari (Air Musyammas), berselisih pendapat di kalangan ulama'. Namun pada asalnya yang diperselisihkan adalah air yang di dalam bejana yang dipanaskan di bawah matahari bukan air laut, sungai, dan semisalnya yang memang bisa langsung terkena panas matahari.
Banyak ulama' dari kalangan Syafi'iyah memang menyatakan bahwa hukumnya makruh (lebih baik ditinggalkan), hal ini barangkali berdasarkan hadits dari 'Aisyah bahwasanya Rasulullah melarangnya untuk menggunakan air yang dipanaskan dibawah matahari karena mewariskan penyakit belang, begitu juga dari Ibnu Abbas, dan Umar -radhiyallahu 'anhum-.
Namun hal ini dikomentari oleh An Nawawi bahwa hadits tersebut lemah menurut kesepakatan seluruh ulama' ahli hadits. Sehingga, tidak mengapa menggunakan air ini untuk bersuci. Pendapat ini yang In sya Allah lebih kuat sebagaimana dipilih oleh An Nawawi, Madzhab Hambali, dan selainnya.
Di sisi lain, juga tidak diketahui dari ilmu kedokteran bahwa air musyammas bisa mewariskan penyakit belang.. Wallahu 'alam.
************************************************
"Janganlah salah seorang dari kalian mandi di air yang tenang sedang dia dalam keadaan junub"
7. Yang dimaksud dengan air yang bercampur benda suci di sini adalah benda suci yang tidak mungkin dipisahkan lagi dengan air tersebut, seperti teh, kopi, sabun, dan semisalnya. Bercampurnya air dengan benda-benda tersebut menyebabkan salah satu atau semua sifat air berubah sehingga tidak lagi disebut sebagai air mutlak. Maka jika campurannya hanya sedikit dan tidak mengubah salah satu dari sifat air, hukumnya tetap suci mensucikan.
"Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, janganlah ia celupkan tangannya ke dalam bejana sampai ia mencucinya terlebih dahulu sebanyak tiga kali, karena dia tidak tahu di mana tangannya bermalam" (H.R. Bukhari dan Muslim, lafadz ini ada pada riwayat muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang yang bangun tidur, tidak boleh mencelupkan tangannya ke dalam bejana karena dikhawatirkan ketika tidur semalam, tangannya menyentuh najis-najis yang tidak dia ketahui. Dengan demikian, sekedar memasukkan tangan yang diduga atau dikhawatirkan ada najisnya, menyebabkan status air ini tidak boleh digunakan untuk bersuci sehingga Rasul melarang hal ini.
Adapun air yang jumlahnya dua kullah atau lebih kemudian terkena najis dan berubah salah satu sifatnya karena najis tersebut, maka dihukumi najis pula. Hal ini disepakati hukumnya oeh para ulama, sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnul Mundzir.
*************************************************
9. Pembahasan seputar air dua kullah ini datang dalam sebuah hadits Nabi, ketika ditanya oleh sebagian sahabat terkait air yang ada di tanah lapang yang biasanya binatang-binatang datang datang ke situ untuk minum. Maka Nabi menyatakan:
إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
"Apabila air itu sebanyak dua kullah, maka tidak menjadi najis" (Diriwayatkan oleh Imam yang empat)
Hal ini karena biasanya air yang jumlahnya dua kullah atau lebih, tidak akan berpengaruh dengan adanya najis yang sedikit yang jatuh padanya. Sehingga air ini tidak dihukumi najis, jika tidak berubah sifatnya.
Adapun kadar dari dua kullah ini sebagaimana disebutkan di sini, yaitu 500 rathl iraqi. Ini setara dengan 160 liter, kurang lebihnya.