Tentang Kulit Binatang Yang Sudah Menjadi Bangkai (Kitab At Thaharah - Bagian Kedua)


Pasal:1 Kulit bangkai bisa menjadi suci dengan cara disamak2, kecuali kulit anjing dan babi serta apa yang terlahirkan dari keduanya atau salah satunya.3 Tulang dan rambut dari (binatang yang menjadi) bangkai juga najis4, kecuali manusia5.

==================================================

1. Pada pasal ini, penulis akan menjelaskan sebagian perkara yang dihukumi najis, yaitu terkait dengan bangkai. Secara bahasa, najis bermakna kotor, tidak suci. Adapun dalam istilah fikih, najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh syariat. Untuk mendekatkan pemahaman, najis bisa juga dimaknai sesuatu yang wajib dibersihkan jika mengenai badan, pakaian, atau tempat yang digunakan untuk shalat atau ibadah semisalnya.

Pada pasal ini, penulis hanya menyebutkan terkait dengan kulit binatang dan tidak menyebutkan perkara najis lainnya seperti air kencing, kotoran manusia, darah, dan sebagainya. Beliau akan menyebutkannya pada pembahasan-pembahasan setelahnya.

2. Hukum asalnya, kulit binatang yang menjadi bangkai adalah najis karena ia termasuk bagian dari bangkai tersebut. Binatang yang mati dihukumi sebagai bangkai apabila matiny tidak dengan cara yang syar'i dengan disembelih atau diburu sesuai ketentuan syariat.

Bangkai dihukumi sebagai najis, di antara dalilnya adalah firman Allah Ta'ala

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Q.S. Al An'am: 145)

Dikecualikan darinya adalah kulit yang sudah disamak, baik hewan yang mati secara syar'i atapun hewan yang menjadi bangkai. Yang itu dengan cara menghilangkan sesuatu yang masih menempel pada kulit berupa daging atau darah yang bisa menyebabkan kulit tersebut tidak tahan lama kemudian mengeringkannya. Hal ini bertujuan agar kulit tersebut bisa dimanfaatkan dan bertahan dalam jangka yang lama. Kesucian kulit yang disamak ini berdasarkan beberapa hadits, antara lain hadits Ibnu Abbas riwayat Imam Muslim

 إذا دُبِغ الإهابُ فقد طهُر

Apabila kulit itu sudah disamak, maka menjadi suci

Dalam hadits ini tidak dikecualikan, apakah kulit bangkai atau bukan. Hal ini dikuatkan pula dengan hadits Maimunah riwayat Abu dawud dan An Nasa'i

مرَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم بشاةٍ يجرُّونها، فقال: ((لو أخذتُم إهابَها؟))، فقالوا: إنها ميتة، فقال: ((يُطهِّرها الماء والقَرَظ))

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati seekor kambing yang diseret oleh para sahabat, kemudian beliau berkata: "Kalau saja kalian ambil kulitnya?", maka mereka berkata : "Sesungguhnya ini bangkai." Maka beliau bersabda: "Air dan Qorozh (sejenis dedaunan) bisa menyucikannya."

3. Pengecualian kulit anjing dan babi karena hukum asalnya keduanya adalah najis ketika hidup, maka terlebih lagi ketika sudah menjadi bangkai. Kenajisan babi sebagaimana disebutkan dalam Al An'am 145, sementara kenajisan anjing berdasarkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam

 طُهورُ إناءِ أحدكم إذا ولَغ فيه الكلبُ أن يغسله سبعَ مرَّات، أُولاهن بالتراب

Sucinya bejana salah seorang di antara kalian apabila ada anjing menjilatnya, adalah dengan ia mencucinya sebanyak tujuh kali, yang pertamanya dengan tanah (H.R. Muslim dari abu Hurairah)

Penyebutan "sucinya" menunjukkan bahwa jilatan anjing menyebabkan bejana tersebut menjadi najis. Bagian tubuh anjing yang lainnya juga dihukumi najis, disamakan dengan bekas jilatannya karena ini yang sering dilakukan oleh anjing.

4. Tulang dan rambut bangkai dihukumi najis, mengikut pada hukum badannya secara keseluruhan.

5. Manusia yang mati, baik muslim maupun kafir tidak dihukumi najis baik seluruh anggota tubuhnya atau sebagiannya. Hal ini berdasarkan beberapa dalil, di antaranya

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ

Dan sungguh telah kami muliakan anak Adam (Q.S. Al Isra': 70)

Adapun dalil tentang sucinya seorang muslim ketika hidup ataupun mati, adalah hadits

المسلم لا ينجس حيًّا ولا ميتا

Muslim itu tidak najis, baik ketika hidup ataupun sudah mati (H.R. Bukhari dari Ibnu Abbas)

Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir juga tidak najis adalah kisah Tsumamah bin Utsal radhiyallahu 'anhu yang menjadi tawanan kaum muslimin sebelum dia masuk Islam. Ia diikat di salah satu tiang di Masjid Nabawi, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Bukhari dan selainnya. Andai saja orang kafir dihukumi najis badannya, tentu tidak akan diikat di dalam Masjid Nabi.